Senin, 13 September 2010

sajak pembela syariat

Lulus sekolah si boi pesta meriah
Pulang ke rumah mata memerah
Meracau ia dengan kacau
Ngelantur bercampur bau anggur

“Beri aku pendidikan orang tua sialan
Aku ingin jadi sarjana, ingin kaya raya
Ingin kerja di gedung tingkat, bermartabat
Tak mau aku seperti kalian
Dekil, bau dan melarat tujuh turunan..”

Racaunya membentur dinding lapuk
Ditelan nasib yang dalam terpuruk
Orang tuanya hanya mengelus dada
Hanya berduka, tak tahu mesti berbuat apa

Si boi murka pada dunia, pada semua
Ia marah melihat kawannya naik motor baru honda
Ia marah melihat kawannya modis dan gaya
Ia marah melihat hp nya tidak berkamera
Ia marah melihat dirinya : miskin dan terlunta-lunta
Ia teriak-teriak protes keadaan, ketidakadilan, sampai bosan

Suatu ketika kawannya mengajak ke pengajian
Si boi tentu saja enggan
Baginya pengajian lebih membosankan ketimbang
perpustakaan
Namun si kawan terus membujuk
Merasa tak enak si boi pun takluk

Di pengajian ia terheran
Tak ada pembacaan kitab suci
Juga lantunan ayat tuhan
Orang orang khusuk terdiam
Dan satu orang berkata-kata
Orang-orang membisu terkesima
Dan satu orang berkata-kata

O, siapa gerang dia yang berkata-kata
Apakah dia sedang menyampaikan ceramah agama?

Si boi melihat sosok yang mirip kyai kampungnya
Berjanggut panjang, berbusana serba putih dan tampak wibawa
Raut mukanya mencerminkan kebijaksanaan
Sekaligus kekuasaan

Orang itu berkisah penuh pesona
Tentang tata dunia
Tentang ketidakadillan
Tentang kebangkitan agama
Tentang rakus kekuasaan
Tentang merubah keadaan
Tentang kesejatian manusia
Dan sebagainya
Dan semacamnya

Si boi terpana
Ia menemu jawab kegelisahannya
Ia beroleh obat rasa marahnya

Sekian tahun kemudian
Si boi tumbuh dewasa
Ia tetap mabuk dan marah
Dengan bentuk yang berbeda
Sekarang ia mabuk syahid dan surga
Sekarang ia marah pada kesesatan
dan kaum pendosa

Namun, kali ini
Si boi tak hanya meracau dan berteriak
Sekarang ia berteriak dan bergerak
Dengan pedang dan senjata di pundak


by;gautama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar